Haji Agus Salim merupakan sosok yang sangat cerdas. Orang cerdas yang begitu benci kolonialisme ini bernama kecil Masyhudul Haq, yang berarti pembela kebenaran.
…Sosok pembela Kebenaran,
Terbukti bahwa nantinya sang pembawa nama ini benar-benar selalu membela kebenaran. Kebenaran bagi bangsanya.
1. Biografi Singkat Haji Agus Salim
Ia Lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober 1884. Agus Salim merupakan anak keempat Sultan Moehammad Salim yang bekerja sebagai seorang jaksa di sebuah pengadilan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda.
Salim merupakan anak seorang bangsawan bernama Tuanku Imam Syech Abdullah bin Abdul Aziz dan ibunya bernama Zainatun Nahar. Pendidikan dasarnya ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS),
Sekolah khusus anak-anak Eropa di kota kelahirannya. Setelah lulus, Salim merantau ke Batavia dan masuk HBS.
Pada 1903, diakhir tahun pendidikan, semua murid HBS sibuk menanti pengumuman kelulusan, terutama murid-murid Belanda.
Sekolah elit ini memang dikhususkan untuk kaum Belanda dan segelintir pribumi anak priyayi. Bahasa pengantarnya bahasa Belanda, maka wajar jika murid-murid Belanda menjadi yang terdepan di sekolah ini.
Akan tetapi, di tahun itu, semua berubah. Semua tercengang saat mengetahui hasil kelulusan.
Siapa yang paling tinggi nilainya? siapa yang juara? orang-orang Belanda kaget luar biasa saat tahu bahwa anak bernama Agus Salim menjadi juara umum HBS se-Hindia Belanda. Seorang inlander menjadi yang terbaik mengalahkan kaum kulit putih Belanda.
Akan tetapi, diskriminasi terjadi, ia tidak langsung dapat beasiswa untuk sekolah lebih tinggi lagi.
Saat pemerintah kolonial memberi beasiswa karena desakan banyak pihak, Agus Salim menolaknya. Ia terlanjur sakit hati. Tumbuhlah sikap melawan pada kolonial Belanda.
Salim konsisten melawan sistem kolonial. Dalam dekade 1920- an, saat ia telah duduk sebagai anggota volksraad, ia melawan.
Tentu dengan gaya elegan. Satu kali, ia berpidato dalam volksraad. Lazimnya pidato dalam dewan, tentu dengan bahasa Belanda.
Walaupun begitu, Salim mengagetkan anggota dewan dari kalangan Belanda saat ia dengan sadar memilih pidato dengan bahasa Melayu [Indonesia].
Ia ditegur, tetapi ia dengan cerdas berdalih bahwa tidak ada peraturan resmi yang mengatur ia harus berbahasa Belanda saat pidato.
Saat ia mengucap kata “ekonomi”, seorang Belanda bernama Bergmeyer mengejeknya, “apa kata ekonomi dalam bahasa Melayu?”
Halaman: 1 2