Pada masa pemerintahan Sulten Ageng atau Sultan Tirtayasa merupakan jaman keemasan Kerajaan Banten. Armada Banten di tata dan dibangun mengikuti model Eropa.
Kapal-kapal berlayar menggunakan surat jalan Sultan. Orang Banten mampu menjalin transaksi dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Cina, Filipina dan Jepang.
Sultan Ageng juga menaruh perhatian terhadap pengembangan agrarisnya.
Pada tahun 1663 sampai tahun 1677, dibangunlah sistem irigasi besar-besaran di Banten.
Kanal-kanal dibangun sepanjang 30 – 40 km yang mempekerjakan sekitar 16.000 orang.
Kanal-kanal ini mampu mengairi 30.000 – 40.000 hektar persawahan dan ribuan hektar perkebunan.
Proyek-proyek ini berguna tidak hanya dalam meningkatkan kekayaan pertanian kerajaan, tetapi juga dalam membawa daerah-daerah pedalaman.

Sultan Ageng memajukan perdagangan luar negeri dan pertanian daerah pedalaman tergolong berhasil.
Kincir angin yang paling mutakhir sengaja didatangkan dari Batavia digunakan untuk irigasi.
Pada tahun 1620, para pedagang Cina memperkenalkan tebu. Kerajaan Banten menjadi makmur.
Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin mendapatkan monopoli lada di Banten.
Pada tahun 1656 pecah perang, Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan.
Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga Kerajaan Banten.

Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji ( 1682 –1687 ) sebagai raja di Banten. Sultan Ageng dengan Sultan Haji berlainan sifatnya.
Sultan Ageng bersifat sangat keras dan anti VOC sedang Sultan Haji lemah dan tunduk pada VOC.
Maka ketika Sultan Haji menjalin hubungan dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari tahtanya.
Konflik antara ayah dan anak ini dimanfaatkan oleh VOC dengan menerima permintaan Sultan Haji untuk membantu mengembalikan tahta Kerajaan Banten.
Halaman: 1 2